Housing-Estate.com, Jakarta – Kendati pemerintah sudah membuat patokan harga rumah bersubsidi nyatanya masih ada pengembang yang menetapkan harga di atasnya. Dalih yang dijadikan dasar pengembang menaikkan harga adalah peningkatan mutu karena kualitas rumahnya di bawah standar. Biaya tersebut harus dibayar langsung dari kantong konsumen karena harga yang diajukan ke bank sesuai harga patokan pemerintah. Misalnya patokan harganya Rp133,5 juta, biaya peningkatan mutu Rp15 juta, yang diajukan ke bank bukan Rp148,5 juta tapi Rp133,5 juta. Dengan mengeluarkan biaya peningkatan mutu konsumen masih bisa mendapatkan bunga subsidi sebesar 5 persen.
Menurut Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Syarif Burhanuddin, pengembang seharusnya menghindari praktik semacam ini. Selain memberatkan konsumen hal ini sama saja dengan tindakan membuat aturan sendiri. “Biaya tambahan ini apapun istilahnya pasti sangat berpengaruh pada konsumen yang akan membeli rumah bersubsidi. Mereka akan kaget kenapa harga yang dicantumkan berbeda dengan harga realisasinya,” ujar Syarif kepada housing-estate.com di Jakarta, Senin (3/10).
Pemerintah sudah banyak memberi kemudahan dan penyederhanaan perizinan untuk pembangunan rumah murah. Pengembang jangan lagi membuat tindakan yang merugikan program pembangunan perumahan nasional. Syarif mengakui tidak seluruh pengembang melakukan penarikan biaya tambahan. Ia menyarankan kalau biaya tambahan itu ada sebaiknya dimasukkan ke dalam struktur uang muka yang diajukan ke bank.
“Untuk peningkatan kualitas rumah sebaiknya diserahkan ke konsumen. Mereka itu anggarannya sangat terbatas jangan lagi ditambah dengan biaya tidak resmi. Nanti seiring peningkatan ekonominya dia bisa meningkatkan kualitas rumahnya sendiri,” pungkasnya.