Housing-Estate.com, Jakarta – Dentuman keras musik dangdut berpadu dengan bau sayuran, bahan sembako, comberan, dan kepulan asap rokok di gang-gang sempit tak berpendingin, bukan suasana asing di pasar tradisional. Namun ada yang berbeda saat memasuki pasar tradisional di Jl Cipaku, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ini. Terkenal dengan sebutan Pasar Santa, aroma kopi bak di kafe-kafe langsung menyeruak hidung begitu tiba di lantai satu. Anak-anak muda berpakaian necis hingga turis asing memadati sudut lorong pasar untuk mengantri segelas kopi.

Mural kota Meksiko terlihat di salah satu sudut tembok pasar.
Ya, wangi itu berasal dari lima kedai kopi yang berjajar di koridor lantai satu atau lantai ketiga dari pasar yang terdiri dari empat lantai ini. Mereka menyeruput kopi di atas tumpukan kotak kayu dan bangku besi berkarat yang berjajar di pinggir lorong. Ada yang menikmati kopi sambil ngobrol, membaca buku, berfoto selfie, bahkan memainkan komputer jinjing diiringi alunan musik rock alternatif. “Saya udah sering ke sini. Bosan aja nongkrong di mal, di sini cari suasana beda,” kata Marsha (21), seorang pengunjung yang kuliah di Universitas Bina Nusantara (Binus), Rawa Belong, Jakarta Barat.
ABCD Coffee
Pembenahan Pasar Santa tahun 2007 menghasilkan 1.151 tempat usaha. Tapi, sampai Juni 2014 pasar seolah mati suri alias sepi. Banyak kios yang ditinggalkan penyewa karena minim pengujung. Inisiatif pengelola mengajak komunitas kopi dan piringan hitam di Jakarta sejak Agustus 2014 mengisi lantai satu menjadi momentum perubahan. Sebelumnya pernah dijajaki menggandeng komunitas batik, tapi tetap kurang banyak menarik pengunjung.
Dua penggemar kopi Hendri Kurniawan dan Ve Handojo menyulap pasar tradisional menjadi tempat hangout yang unik. Mereka menghadirkan kios A Bunch of Caffeine Dealers (ABCD) Coffee yang awalnya diniatkan sebagai tempat berlatih menjadi barista (peracik minuman kopi). Setiap dua hari sekali murid ABCD meracik kopi dan hasilnya dibuang begitu saja. “Sehari kami bisa buang empat kilo kopi. Biar nggak sayang, kami bagikan saja ke pengunjung dengan membuka kedai ini,” kata Hendri.

Penikmat kopi ABCD membayar secara suka rela di kaleng merah.
Makin hari kabar keunikan kopi ABCD di Pasar Santa menyebar di kalangan anak muda. Promosinya dari mulut ke mulut dan dibantu media sosial. “Karena makin ramai, teman-teman yang lain juga tertarik mendirikan kafe di sini,” kata arsitek lulusan salah satu universitas di Australia itu.
Kini Pasar Santa menjadi salah satu ikon tempat nongkrong yang asyik di wilayah Jakarta Selatan. Tak hanya kopi, kios-kiosnya sekarang juga diisi kedai mie, es krim wafel, distro, barber shop, sampai masakan Meksiko dan Amerika. “Kalau biasanya mau makan steak, hotdog, burger dan makanan Meksiko harus ke mal, sekarang bisa beli di pasar dengan harga kelas pasar,” kata Jali (37), pemilik kios makanan Meksiko Papricano Mexican Cantina. Buat Anda penggemar bacaan, bisa menjajal Read and Eat, kios yang menyediakan buku gratis sambil memesan minuman tradisional secang dan nasi bakar.
Pendapatan naik
Tidak hanya merengkuh konsumen baru yang lebih muda, keramaian baru di Pasar Santa itu juga mampu meningkatkan pendapatan para pedagang lama. Pasokan bahan-bahan untuk kebutuhan setiap kedai misalnya, dibeli dari pedagang pasar di lantai dasar. “Dulu sepi banget, paling sehari cuma laku empat ikat sayur. Sekarang bisa 25 ikat,” kata Sinah (48), pedagang sayuran.
Penjaja pakaian sampai penjahit juga mulai ikut kecipratan termasuk Eka (61). Wanita ini bercerita. Tujuh tahun lalu ia dan puluhan penyewa kios Pasar Santa kekurangan pendapatan karena kondisi pasar yang sangat sepi. “Sekarang ramai sekali dan saya dibantu promosi jahitan, boleh menitipkan kartu nama di kedai-kedai kopi di lantai satu,” ungkapnya.
Mereka yang beli kios lebih untung lagi. Contoh Wahyudi (44) pemilik satu kios di lantai satu yang kini dipakai untuk gerai souvenir dari Yogya. Tiga bulan sebelum ABCD Coffee dibuka ia beli Rp25 juta, sekarang sudah ditawar orang Rp125 juta tidak dilepas. “Kalau Rp185 juta mungkin saya lepas,” kata Bapak dua anak itu.
Sumber: Majalah HousingEstate