Housing-Estate.com, Jakarta – Kebijakan Bank Indonesia (BI) melonggarkan rasio uang muka terhadap nilai kredit kredit atau loan to value (LTV) tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh perbankan. Sesuai kebijakan BI konsumen yang mengajukan KPR cukup menyediakan uang muka 15 persen dari sebelumnya minimal 20 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta, dari 81 bank hanya 41 bank yang memanfaatkan pemberian uang muka KPR lebih rendah. “Ada 40 bank yang tidak memanfaatkan ketentuan ini, artinya dia tetap memberlakukan ketentuan uang muka di atas batas LTV yang bisa didapatkan,” ujarnya kepada media di Gedung BI Jakarta, Selasa (21/6).
Filianingsih menengarai banyakya perbankan yang belum memanfaatkan relaksasi LTV ini dikarenakan untuk menjaga rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Menurut ketentuan BI, bank yang berhak menikmati relaksasi LTV ini harus memiliki NPL KPR maksimal 5 persen.
Kebijakan relaksasi ini yang kedua kali, beleid serupa dikeluarkan BI pada 15 Juni 2015. Upaya ini dilakukan untuk merangsang pertumbuhan penyaluran KPR yang terus melambat. Dengan relaksasi ini pertumbuhan KPR diharapkan bisa meningkat hingga 3,6-6,6 persen hingga akhir tahun ini.
Sejak adanya relaksasi BI mencatat hingga April 2016 peningkatan permintaan KPR mencapai Rp21,2 triliun. Pertumbuhan KPR pada kisaran 7,6 persen per tahun kendati NPL KPR juga meningkat sebesar 2,7 persen.
“Kebijakan relaksasi LTV pada tahun lalu mampu menahan penurunan KPR lebih dalam namun belum cukup untuk meningkatkan pertumbuhan KPR. Dengan relaksasi kedua ini diharapkan pertumbuhan KPR tahun ini bisa lebih terdongkrak dengan tetap pada prinsip kehati-hatian,” pungkasnya.