Housing-Estate.com, Jakarta – Pemerintah akan menggenjot penerimaan negara melalui pajak, salah satunya adalah pajak properti khususnya untuk kategori mewah dengan menerapkan pajak penghasilan barang mewah (PPnBM). Hal ini dilakukan karena pendapatan pajak dari sektor properti terhitung masih kecil dibandingkan dengan jumlah transaksi properti yang terjadi.

Ilustrasi
PPnBM untuk properti akan diterapkan dari sisi ukuran (350 m2 untuk rumah dan 150 m2 untuk apartemen) maupun harga yaitu di atas Rp2 miliar. Hanya saja penerapan PPnBM untuk properti senilai Rp2 miliar dikhawatirkan justru akan memperlemah industri ini yang pada ujungnya akan memperkecil penerimaan negara.
Menurut Wilson Kalip, Country Head Knight Frank Indonesia, sebuah perusahaan konsultan properti global, dengan pajak biasa yang sudah diterapkan, konsumen harus membayar pajak sebesar Rp300 juta untuk properti seharga Rp2 miliar. “Kalau PPnBM ini jadi diterapkan, konsumen akan membayar pajak mencapai Rp800 juta untuk properti seharga Rp2 miliar, apa konsumen rela mengeluarkan tambahan dana sebesar itu?” ujarnya kepada housing-estate.com di sela-sela paparan wealth report property di Jakarta, Rabu (18/3).
Kondisi ini, lanjut Wilson, akan membuat developer lebih selektif dalam mengeluarkan produk dan konsumen juga sangat berhati-hati untuk membeli properti. Situasi wait and see akan terjadi lebih panjang lagi padahal properti mulai kembali bergairah setelah kondisi wait and see terkait tahun politik kemarin.
“Mungkin akan ada efeknya, misalnya developer membangun rumah di bawah harga Rp2 miliar agar tidak terkena aturan tersebut sehingga properti untuk segmen ini lebih banyak. Tapi bagaimana untuk kota-kota besar yang harga tanahnya sudah sangat mahal dan tidak mungkin lagi dibangun seharga di bawah Rp2 miliar. Sekarang semuanya wait and see lagi,” tandasnya.