Lihat tampilan baru di housingestate.id
Housing-Estate.com, Jakarta – Upaya pemerintah menyiapkan dukungan dana untuk pembangunan rumah murah disambut positif pengembang yang tergabung dalam organisasi Realestat Indonesia (REI). Tapi menurut REI dukungan pembiayaan saja tidak cukup karena banyak hal teknis dan non teknis yang menentukan berhasil tidaknya program pembangunan rumah murah.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy
“Untuk pembiayaan sudah ada titik terang, tapi masalah lain seperti perizinan dan infrastruktur kita belum bisa lihat. Kalau perizinan terutama di daerah nggak dibenahi kita nggak bisa jalan juga,” ujar Ketua Umum REI, Eddy Hussy, kepada housing-estate.com di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebelumnya pemerintah menugaskan kepada BPJS Ketenagakerjaan, Bapertarum, dan Taspen agar menempatkan dananya di BTN untuk mendukung program pembangunan sejuta rumah. PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) juga memberi pinjaman Rp1,5 triliun kepada BTN. Selain perizinan Eddy minta kepada pemerintah agar merevisi patokan harga rumah murah. Menurut Eddy, selain rumah bersubsidi yang harganya dipatok Rp135 juta, pengembang juga membangun rumah non subsidi dengan kategori rumah sederhana. Namun, pembangunan rumah sederhana non subsidi itu tidak mendapatkan kemudahan apapun, padahal pembelinya kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
REI mengusulkan pemerintah membuat semacam batas atas sebagai patokan maksimal harga rumah bersubsidi. Saat ini untuk membangun rumah murah seharga Rp135 juta di wilayah Jabodetabek sulit diwujudkan. “Saya usul dibuat patokan batas maksimal, misalnya Rp200 juta sehingga konsumen yang membeli lebih luas. Di beberapa daerah tertentu yang daya belinya rendah bisa dijual lebih rendah. Kalau seperti ini kami yakin target sejuta rumah bisa tercapai,” tandasnya.
Lihat tampilan baru di housingestate.id