Housing-Estate.com, Jakarta – Krisis industri properti Tiongkok sudah memakan korban. Kaisa Group Holdings Ltd baru-baru ini menyatakan tidak sanggup membayar utang dolar-nya. Pernyataan tersebut seperti menjadi babak penutup dari keterpurukannya selama sebulan di pasar obligasi. Kaisa terpuruk tidak saja karena bisnis properti di Tiongkok sedang merosot, juga karena bos perusahaan ini tersangkut kasus korupsi. Bahkan untuk kepentingan penyelidikan, sejak tahun lalu pemerintah memblokir semua transaksi dan proyek Kaisa di Shenzhen.

Proyek Kaisa
Menurut Bursa Efek Hong Kong, pengembang besar ini gagal bayar bunga atas obligasi berdenominasi dua dolar senilai total 52 juta dolar AS (Rp673,55 miliar), dengan grace period 30 hari. Perusahaan yang berbasis di Shenzhen ini terjerat utang, baik ke kreditor lokal dan asing senilai 65 miliar yuan atau Rp136 triliun.
Pernyataan Kaisa itu membuat waswas pasar obligasi di Asia. Para investor khawatir hal ini akan merembet. Sikap ini disebabkan mereka merupakan pembeli terbesar surat utang dari perusahaan-perusahaan properti Tiongkok. Nilainya diperkirakan mencapai 21, 3 miliar dolar AS, lebih dari Rp276 triliun.
Gary Herbert, manajer pengelolaan investasi dari Brandywine Global Investment Management LLC di Philadelphia yang mengelola aset senilai 45 miliar dolar AS, mengatakan, ini awal dari masa penyesuaian di Tiongkok. “Mereka akan dihadapkan pada kondisi di mana banyak investor yang selama ini mencari keuntungan tinggi, akhirnya kecewa,” katanya.
Pernyataan gagal bayar itu mengagetkan, sebab minggu lalu, Kwok Ying Shing, pemilik Kaisa, kembali memimpin perusahaan setelah sempat diperiksa dan ditahan oleh KPK setempat. Saat itu, Kaisa memberi penyataan bahwa pihaknya akan memfokuskan diri untuk memberi laporan audit seluruh keuangannya tahun 2014. Kaisa juga akan berusaha mencapai konsesus dengan kreditornya atas retrukturisasi utang-utangnya. Kwok (50 tahun) pada tutup tahun lalu hengkang dari perusahaan yang sudah berdiri sejak 15 tahun lalu itu dengan alasan kesehatan. Namun pada 13 April 2015, Kwok kembali ditunjuk oleh dewan internal sebagai chairman and executive director.
Sebelumnya pada 30 Januari 2015 dikabarkan bahwa Sunac China Holding siap membeli 49,3 persen saham keluarga Kwok di Kaisa. Pembelian itu sebagai bagian restrukturisasi utangnya yang harus rampung dalam tempo lima tahun. Kaisa menyatakan bahwa kreditor asing hanya akan mendapat bagian 2,4 persen dari likuidasi tersebut.
Menurut analisa Standard&Poor, pendapatan dan keuntungan sejumlah pengembang Tiongkok pada tahun ini akan memburuk dan akan banyak kasus gagal bayar. Kondisi ini tidak mengagetkan karena indikasinya sudah terlihat pada laporan keuangan mereka tahun 2014 yang lebih buruk dari tahun sebelumnya.
(Sumber: Bloomberg)