Housing-Estate.com, Jakarta – Tingkat serapan bantuan bidang perumahan untuk rumah sederhana tapak dan rumah susun sederhana cukup timpang. Penyaluran bantuan untuk hunian vertikal atau apartemen murah bisa disebut nihil karena mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memilih membeli rumah tapak. Padahal pembangunan rumah susun dimaksudkan untuk optimalisasi lahan dan mendekatkan masyarakat dengan tempat kerja. Untuk mendorong pembangunan rumah susun (rusun) pemerintah akan menghentikan bantuan pembelian rumah tapak di wilayah yang penduduknya di atas 2 juta jiwa.

Ilustrasi
“Untuk tahun 2017 ini kita tidak lagi memberikan bantuan perumahan untuk kawasan perkotaan yang penduduknya sudah padat. Ini artinya kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar, dan kota-kota padat lainnya penyaluran FLPP khusus untuk rusun,” ujar Syarif Burhanuddin, Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kepada housing-estate.com di Jakarta, Rabu (4/1).
Lahan yang semakin terbatas dan harganya yang semakin tinggi di perkotaan, disebut Syarif mutlak dikembangkan hunian vertikal dan masyarakat juga harus sudah mulai mengubah mindset kalau hunian itu bukan hanya rumah tapak tapi juga rusun. Dengan tinggal di rusun, kalangan MBR perkotaan juga bisa menyisihkan penghasilannya karena biaya transportasi yang lebih murah.
“Jadi tahun 2017 ini kita akan lebih concern untuk penyaluran ke hunian vertikal selain terus mencari terobosan soal pertanahan maupun perizinan yang lebih cepat. Pengembang yang akan diberikan kemudahan juga yang mau membangun rusun di perkotaan untuk mengejar target pembangunan sejuta rumah yang lebih besar,” imbuhnya.