Housing-Estate.com, Jakarta – Program pembangunan sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah disambut positif para stakeholder. Kini yang diperlukan untuk menindaklanjuti program ini adalah pembiayaannya. “Harus diakui kebutuhan hunian kita masih sangat tinggi, tapi pemerintah jangan hanya fokus pada pembangunan rumahnya saja, pembiayaannya juga harus dicukupi. Jangan sampai nanti rumahnya dibangun tapi tidak ada yang sanggup membeli,” ujar Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Anton R. Santoso, kepada housing-estate.com di Jakarta, Kamis (4/3).

Ilustrasi
Untuk itu pemerintah harus menjamin dana yang cukup untuk skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Selama skema pendanaannya cukup, Anton optimistis rumah yang dibangun akan terserap. Pengembang sebagai institusi usaha pasti akan memerhatikan permintaan sebelum membangun proyeknya sehingga kalau tidak ada yang membeli pasti proyek tersebut tidak akan dibangun.
Menurut Anton, anggotanya akan membangun 66 ribu unit rumah bersubsidi. Lokasinya 50 persen di Jawa, selebihnya tersebar di Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Tanjung Pinang, beberapa lokasi lain. “66 ribu unit itu siap untuk dibangun, kami tinggal menunggu pencanangan groundbreaking dari pemerintah. Harganya rata-rata Rp110 juta-Rp115 juta,” imbuhnya.
Selain pembiayaan yang perlu mendapat perhatian pemerintah adalah program hunian untuk pekerja non formal yang tidak memiliki penghasilan tetap. Skemanya perlu disiapkan agar mereka bisa mengakses FLPP. Mekanismenya bisa pemberian bantuan langsung dari pemerintah atau melalui mekanisme perbankan dengan metode khusus.
“Untuk program sejuta rumah ini kita sangat antusias karena kita melihat koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah juga sudah bagus. Hanya perlu ditingkatkan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah sehingga perizinannya bisa lebih cepat dan murah,” tegasnya.