Lihat tampilan baru di housingestate.id
Housing-Estate.com, Jakarta – Pembangunan jalan tol Trans Sumatera sepanjang 2.000 km dinilai tidak tepat. Proyek ini keluar dari dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) yang dirancang oleh pemerintah. Jalan tol ini juga tumpang tindih dengan jalur Trans Sumatera Highway yang dibangun dengan pendanaan dari Jepang.

Pembangunan tol Trans Sumatera
“Semestinya pemerintah memperbaiki jalur ini (Trans Sumatera Highway) yang beberapa ruasnya sudah tidak lagi mulus. Ini jalan negara dan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melakukan perawatannya. Jangan karena pemerintah abai memelihara kemudian membuat jalan baru terlebih lagi itu jalan tol,” ujar ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri, dalam blog pribadi yang dikutip housing-estate.com, Jumat (22/1).
Menurut Faisal, pembangunan jalan tol juga memperburuk kerusakan lingkungan karena menyita ribuan hektar lahan. Padahal jalan tol ini tidak akan membuka keterisolasian beberapa daerah di Sumatera. Lebih tepat apabila pemerintah membangun jalan non tol jalur barat – timur. Jalur ini sangat penting untuk mengangkut hasil bumi agar cepat sampai di pelabukan-pelabuhan di kawasan barat dan timur. Kalau ini yang dipilih sejalan dengan konsep tol laut yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jalan tol Trans Sumatera, terang Faisal, hanya akan memperkokoh dominasi transportasi darat yang bertentangan dengan gagasan Pendulum Nusantara atau tol laut. Jalan tol Trans Sumatera akan tersambung dengan proyek Jembatan Selat Sunda sehingga akses kendaraan dari Jawa-Sumatera bakal meningkat.
“Keberadaan jembatan Selat Sunda dan jalan tol Trans Sumatera hanya akan membuat segelintir orang yang sudah menguasai ribuan lahan di sekitarannya mabuk gembira. Golongan inilah yang nantinya bakal menjadi raja-raja properti baru,” tandasnya.
Lihat tampilan baru di housingestate.id