Housing-Estate.com, Jakarta – Hasil kajian Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB menunjukkan bahwa daya dukung wilayah Jabodetabekjur menurun sangat cepat, sehingga jika dibiarkan akan menyebabkan kerugian ekonomi bagi wilayah tersebut dan juga Indonesia secara umum.
Peneliti dan pengamat Tata Ruang IPB, Dr Ernan Rustian mengemukakan hal tersebut saat ditemui di sela-sela lokakarya dalam rangka pengayaan draft naskah akademik RUU tentang pengelolaan terpadu wilayah Jabodetabekjur, di IPB Convention Center, Kota Bogor, Jumat.
“Penurunan daya dukung ini disebabkan oleh alih fungsi lahan yang sangat pesat dengan meluasnya kawasan permukiman yang mengkonversi ruang terbuka hijau sebagai penyangga, seperti hutan dan lahan pertanian” ujarnya.
Ernan mengatakan, P4W IPB mencatat terjadi penyusutan sangat pesat ruang terbuka hijau di wilayah Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi dan Cianjur) dibandingkan pada tahun 1970 yakni sebesar 60 persen.
Dampak penyusutan daya dukung lahan sangat signifikat yakni timbulnya kerentanan sebuah kawasan, rawan bencana berupa antropogenik yang disebabkan oleh faktor manusia seperti banjir, dan longsor.
“Karena semakin rentannya, menyebabkan cuaca ekstrim, curah hujan tinggi yang menyebabkan terjadinya longsor dan banjir,” ujar Ernan.
Menurut Ernan, bila dibanding masa lampuu, saat curah hujan tinggi sudah menyebabkan banjir di wilayah Jakarta, apalagi saat ini laju penurunan daya dukung lahan di wilayah Jabodetabekjur tentu akan membawa dampak yang sangat luas.
“Akibatnya, Jakarta dan wilayah Jabodetabekjur alami kerugian sangat pesat. Dan sangat disayangkan sebagai kota global yang diandalkan daya saingnya sangat rendah, bercampur dengan kemacetan dan persoalan sosial seperti kriminalitas,” ujar Ernan.
Ernan mengatakan, kondisi demikian membuat Jakarta kehilangan daya saingnya, sementara di satu sisi, Jakarta sebagai ibu kota negara juga menjadi pusat investasi nasional.
Hal ini juga yang mendorong investor lari dari Indonesia dan memilih berinvestasi ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan negara lainnya.
Lebih lanjut Ernan mengatakan, pihaknya tidak melihat adanya upaya menghentikan penurunan daya dukung oleh aparat terkait. Yang terlihat hanya terus mengalami percepatan. Hal ini dilihat dari tutupan lahan yang tersedia hanya dominan sawah dan perkebunan yang merangkul 33 persen tata ruang di Jabodetabekjur.
Prediksinya, pemukiman akan terus meluas di Jabodetabekjur, semakin rendahnya daya dukung lahan dan kerawanan bencana semakin tinggi.
“Ini bukan kerugian Provinsi DKI Jakarta saja, tapi kerugian nasional karena penurunan daya dukung secara global,” ujar Dekan Fakultas Pertanian IPB ini.
Ernan menambahkan, penyelesaian persoalan di kawasan Jabodetabekjur tidak bisa dilakukan secara otonom oleh wilayah masing-masing, tapi perlu kerja sama masing-masing wilayah otonom yang harus dikomandoi oleh satu badan yang memberikan kekuatan hukum yang kuat untuk menggerakkan setiap wilayah.
Lokakarya dalam rangka pengayaan draft naskah akademik RUU tentang Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur merupakan kerja sama antara Komite I DPD RI dengan Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P4W-LPPM IPB) yang menghadirkan sejumlah pembicara.
Ernan menyebutkan lokakarya ini merupakan kajian akademik sebelum RUU tentang Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur diajukan yang melibatkan sejumlah praktisi dari sejumlah perguruan tinggi.
Sejumlah pembicaran yang hadir Dr Armi Susandi, MT dari Institut Teknologi Bandung, Dr Amiruddin A Dajaan Imami dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Andi Oetomo dari ITB, Paulus Yohanes Sumino anggota Komite I Bidang Tata Ruang, Pemerintahan, Hukum, Pemilu dan Pilkada DPD RI. Antara