Housing-Estate.com, Jakarta – Para nelayan di Teluk Jakarta meminta pemerintah segera merealisasikan rumah susun sederhana milik (Rusunami) untuk mereka. Para pencari hasil laut di kawasan Muara Angke, menempati hunian kurang layak tanpa disertai bukti kepemilikan.

Ilustrasi – FOTO : viva.co.id
“Sekarang ini ada sekitar 1.500 KK yang tinggal di Muara Angke, kami rutin bayar PBB, ada struknya, tapi memang nggak ada sertipikat. Jadi kami ini mudah digusur, di darat di gusur dan lautnya direklamasi yang bikin kami makin susah cari ikan,” ujar Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M. Taher kepada housing-estate.com di acara diskusi mengenai reklamasi Jakarta, Rabu (11/11).
Taher menyebutkan dulu nelayan di Muara Angke pernah direlokasi ke rumah susun sewa (rusunawa). Tapi karena jauh dari pantai yang menjadi sumber penghidupan akhirnya mereka kembali lagi. Saat ini para nelayan sedang resah karena mendapatkan kabar akan adanya penggusuran. Sekitar 300 KK disebut-sebut akan direlokasi karena dianggap jadi penyebab banjir perumahan mewah Pantai Indah Kapuk (PIK). Mereka dan keluarganya kerap didatangi dan diintimidasi oleh oknum aparat.
“Kami berharap kami direlokasi di rusunami, jadi huniannya bisa kami miliki dan diwariskan. Pemerintah juga bantu dengan program pelatihan kerja untuk keluarga nelayan maupun pendidikan untuk anak-anak nelayan. Kalau sekarang hanya sibuk dengan pembangunan dan reklamasi, kami ini dianggap seperti tidak ada,” imbuhnya.
Menurut Taher, saat ini ada sekitar 2.500 orang nelayan yang menggantungkan hidupnya di Teluk Jakarta. Mereka mencari hasil laut di Muara Angke, Muara Baru, Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. Mereka kebanyakan nelayan asli yang lahir dan besar di kawasan Teluk Jakarta. Sekitar 10 tahun lalu mereka cukup sejahtera karena tangkapan ikan masih bagus. Sekarang hasil tangkapannya paling banyak 30 kg, setelah dipotong BBM dan lainnya pendapatannya tidak sampai Rp50 ribu.