Membangun sendiri juga membuat rumah lebih sesuai dengan kebutuhan dan budaya penghuni.
Housing-Estate.com, Jakarta – Di banyak perumahan developer biasanya menawarkan juga kaveling siap bangun selain rumah jadi. Kaveling-kaveling kosong itu bisa pula didapat di berbagai permukiman eksisting. Bagi yang sedang mencari rumah untuk ditempati sendiri, kaveling siap bangun adalah alternatif yang tidak kalah menarik dibanding membeli rumah jadi. Anda bisa membangun sendiri rumah yang dibutuhkan di atasnya.
Desain dan gaya rumah lebih sesuai kebutuhan, selera, dan budaya Anda. Yang penting desain rumah tidak terkesan arogan dibanding rumah eksisting di sekitarnya, dan kavelingnya masih menyisakan ruang terbuka hijau memadai untuk resapan air dan pepohonan. Membangun rumah sendiri lebih murah dibanding membeli rumah jadi, karena tidak perlu izin yang rumit kecuali IMB.
Beda dengan developer. Sebelum mengembangkan rumah, harus mengurus aneka perizinan yang njelimet dan butuh banyak biaya. Developer juga harus membuat master plan, site plan, dan membangun infrastruktur. “Dari situ kadang developer mengambil untung cukup besar dibanding kualitas rumahnya,“ kata Agung Helisasongko, Direktur Bangun Grha Cipta Selaras, perusahaan kontraktor rumah di Jakarta.
Kontraktor lain Eko Priono, Komisaris PT Arddhana Riku Tama, menambahkan, rumah yang dibangun developer umumnya masih standar. Setelah dibeli kita masih harus keluar biaya lagi untuk renovasi ruang tertentu seperti dapur, kamar pembantu, ruang jemur, dan lain-lain.
Membangun rumah sendiri juga bisa lebih murah karena tidak dibebani aneka pajak. PPN untuk kegiatan membangun rumah sendiri baru dikenakan bila luas rumah mencapai 300 m2 atau lebih. Sebaliknya, developer harus membayar rupa-rupa pajak yang semuanya dibebankan pada harga rumah. Mulai dari BPHTB 5 persen yang dikenakan dua kali saat pembebasan tanah dan saat tanah+rumah dijual, PPN 10 persen, PPh final 5 persen, dan PPnBM 20 persen bila rumah berukuran 350 m2 ke atas.
“Jadi, lebih baik sedikit bersusah payah, beli tanah dan bangun sendiri. Rumahnya sesuai keinginan kita,“ ujar Eko. Membangun rumah sendiri juga bisa dibiayai dengan kredit pemilikan rumah (KPR) dari lembaga pembiayaan.
Perencanaan
Memang, membangun rumah sendiri lebih repot dan berisiko. Mulai dari risiko lokasi sampai pembangunan. Karena itu pertama- tama penting mencari tahu peruntukan wilayah di mana lokasi kaveling berada, ke kelurahan atau dinas tata kota: apakah boleh untuk hunian atau tidak. Kalau boleh, hunian seperti apa dan berapa koefisien dasar bangunan (KDB)-nya? Di kawasan seperti Ragunan dan Jagakarsa (Jakarta Selatan) misalnya, luas kaveling rumah dipatok minimal 500 m2 atau 300 m2 (dengan dispensasi).
Kurang dari itu Anda tidak akan mendapatkan IMB. Tanpa IMB, Anda tidak bisa membangun dan mendapatkan KPR. Alasan Pemprov DKI, Jakarta Selatan adalah daerah resapan air. Jadi, perkerasan yang diizinkan maksimal 20 persen (KDB 20) dari luas kaveling. Kalau kaveling terlalu kecil, pemilik akan terdorong menambah bangunan yang mengurangi ruang terbuka untuk resapan air. Selain itu pilihan lokasi juga menentukan biaya pembangunan. Lokasi di bekas rawa atau sawah misalnya, akan membuat biaya pondasi lebih mahal.
Sementara risiko pembangunan bisa diminimalisir dengan membuat perencanaan yang baik sesuai ukuran dan kondisi tanah serta situasi lingkungan, serta menyusun rencana anggaran biaya (RAB). Kalau rumahnya kecil dan satu lantai, kita bisa membuat perencanaan dan membangunnya sendiri. Saat ini banyak buku-buku dan majalah yang mengulas aneka pilihan desain rumah dan cara menyusun RAB. HousingEstate pernah mengulas secara detil cara menyusun RAB itu di rubrik “Tips“ edisi September dan November 2010.
Tapi, untuk rumah yang lebih besar dan atau dua lantai, sebaiknya perancangan menggunakan jasa arsitek. Sedangkan pembangunan diserahkan kepada pemborong profesional. Sekarang biro arsitek atau kontraktor rumah umumnya menyediakan jasa design and build dalam satu paket. Menggunakan jasa arsitek tidak mahal, tapi justru lebih efisien karena pembangunan rumah terencana dengan baik. Rumah juga lebih tertata dan kualitas bangunannya lebih terjaga.
Tidak Tergoda
Soal pilihan arsitek atau pemborong, kita memang perlu banyak mencari referensi melalui media, kenalan, mantan klien, atau melihat contoh-contoh rumah yang mereka desain dan bangun. “Kalau ada kontraktor main tembak sekian juta per meter, kita harus curiga dia mengerti (konstruksi) tidak? Kontraktor harus punya latar belakang engineering, bukan sekadar pedagang,“ kata Agung.
Supaya rumah sesuai ekspektasi dan biaya, pembangunannya terkontrol, kita juga perlu banyak berdiskusi dengan arsitek dan pemborong. “Komunikasi harus intens supaya tidak ada kesalah-pahaman. Membangun rumah itu kompleks. Kontraktor bisa menjelaskan, dan pemilik mau bertanya secara detil,“ kata Imam Rasyidi dari PT Rumah Impian Indonesia (RII), kontraktor rancang bangun rumah lain di Jakarta.
Saat pembangunan berjalan, jangan tergoda menambah ini itu. Dana cadangan memang diperlukan untuk biaya tak terduga selama pembangunan, tapi cukup 10–20 persen saja dari RAB. Tidak seperti bangunan tinggi, mahal murahnya biaya pembangunan rumah ditentukan oleh finishing-nya. Contoh mudah, kalau semula penutup lantai keramik biasa, dalam perjalanan pemilik tergoda menggantinya dengan homogeneus tile, biaya pembangunan rumah akan membengkak.
Tarif jasa arsitek dan pemborong bisa dihitung berdasarkan persentase nilai proyek atau per meter persegi bangunan. PT Arddhana Riku Tama misalnya, untuk order desain & build, desainnya bisa gratis. Sedangkan biaya pembangunan antara Rp2–2,5 juta/m2 dengan kenaikan sekitar Rp250 ribu/m2. Sementara RII mematok Rp3–3,5 juta/m2, dan Bangun Grha Cipta Selaras mengambil marjin 10-15 persen dari nilai proyek. Untuk bangunan seluas 100 m2 pengerjaannya enam bulan dengan garansi 6-12 bulan. Tarif itu masih bisa dirundingkan. Tidak ada patokan minimal proyek yang bisa diterima. Tapi, biasanya mereka tidak menerima pengerjaan rumah kecil.