Housing-Estate.com, Jakarta – Broker atau agen properti semakin diakui perannya dalam jual beli properti. Selain memiliki jaringan cukup luas di kalangan investor dan calon pembeli lainnya, broker juga dapat berperan sebagai konsultan, baik terhadap penjual maupun pembeli. Broker akan memberi tahu harga wajar di pasar sehingga kedua belah pihak tidak dirugikan.
Penggunaan jasa broker saat ini semakin meluas. Selain jual beli properti seken, sebagian pengembang juga menggunakan jasa broker untuk pemasaran produknya. Karena itu perusahaan di bidang agen properti semakin berkembang, lokal dan jaringan global. Misalnya Era, Century 21, Ray White, LJ Hooker, dan lain-lain.
Untuk menggunakan jasa broker ada komisi atau fee yang harus dibayar. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2008 komisi dibayar oleh pihak penjual minimal sebesar 2 persen dari nilai transaksi. “Jadi, tidak betul broker mendapatkan fee dari kanan-kiri. Ini sudah diatur oleh negara,” ujar Pranowo Lukito, Sekretaris Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) DKI Jakarta, kepada housing-estate.com di Jakarta, akhir pekan lalu.
Pranowo menjamin semua broker yang bernaung di perusahaan broker resmi taat pada ketentuan ini. Nilai komisi juga dicantumkan dalam kontrak. Karena itu penggunaan broker resmi lebih aman. Ia jutsru khawatir dengan praktek broker individual atau independent broker. Karena tidak ada ikatan dengan perusahaan resmi yang diatur oleh pemerintah mereka bisa saja mengambil fee dari kanan-kiri.
Ia menjelaskan pemerintah hanya mengatur batas bawah komisi, batas atas tidak diatur. Ini untuk menyesuaikan kualitas layanan dan perbedaan wilayah. Untuk properti sewa komisinya rata-rata di atas 5 persen. Untuk wilayah Bali nilai komisinya paling tinggi 5-7 persen. “Broker yang baik bukan hanya menerima komisi tapi harus memperkuat service,” imbuhnya.