Housing-Estate.com, Jakarta – Defisit perumahan (backlog) yang terus membesar bukan hanya karena suplai yang tidak bisa mengikuti kebutuhan perumahan. Harga rumah yang kian mahal jadi sebab lain karena sulit dijangkau kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Saat ini lebih dari seperlima rumah tangga di negara kita tidak mampu memiliki tempat tinggal sendiri dan ada empat juta keluarga yang tinggal di rumah tidak layak,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, pada acara Silaturahmi Keluarga Besar Perumahan Rakyat yang digelar Kementrian Perumahan di Jakarta, Kamis (27/2).
Menurut Irman, rakyat harus diberi jaminan akses lebih luas untuk dapat memiliki hunian layak. Hal ini merupakan amanat konstitusi yang tercantum dalam UUD 1945. Dukungan pembiayaan dari pemerintah juga terbatas. “Untuk subsidi BBM saja Rp300 triliun, sementara untuk perumahan hanya Rp7 triliun,” tambahnya.
Pertumbuhan pembangunan yang terpusat di Jawa jadi sebab lain buruknya kondisi perumahan rakyat di sejumlah daerah. Ia menunjuk Nusa Tenggara Timur (NTT) yang seluruh kabupaten dan kotanya masuk kategori daerah tertinggal.”Kondisi perumahannya seperti itu (buruk), ini salah kebijakan dan kesalahan itu dampaknya panjang,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan perumahan semua pihak terkait, pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, harus lebih kompak. “Kondisi perumahan kita sudah darurat tapi belum ada agenda politik komprehensif untuk mengatasi masalah ini,” pungkasnya. Yudis