Housing-Estate.com, Jakarta – Lampu hijau dari pemerintah mengenai kepemilikan properti oleh orang asing merupakan isyarat positif untuk perkembangan bisnis properti. Pembukaan kran untuk orang asing diprediksi tidak mengganggu pemenuhan hunian untuk masyarakat kelas bawah yang kebutuhannya sangat besar. Menurut mantan Ketua Umum Realestat Indonesia (REI), Lukman Purnomosidi, pembangunan perumahan rakyat bisa dilakukan bersamaan dengan dibukanya kepemilikan properti untuk asing.

Ilustrasi
“Kalau nggak dibuka kita rugi, harusnya mendapatkan kapital dan pemerintah juga bisa memeroleh pajak besar. Ini bisa menjadi lahan untuk create ekonomi baru, jadi low cost housing untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap jalan, tapi kepemilikan asing juga dibuka,” ujarnya kepada housing-estate.com di Jakarta, Selasa (26/5).
Menurut Lukman, antara kepemilikan asing dan rumah rakyat tidak perlu diadu karena masing-masing bisa dijalankan. Tidak perlu juga mengkhawatirkan kebutuhan perumahan untuk kalangan MBR akan semakin sulit dipenuhi bila kepemilikan properti untuk asing ini dibuka.
“Saat saya ketua umum REI, backlog perumahan 10 juta, sekarang belasan juta. Artinya, dengan tidak dibolehkannya asing membeli properti nyatanya kita tidak bisa juga menyelesaikan backlog. Ini akan selalu kejar-kejaran, harusnya pemerintah bisa membuat iklim kondusif, karena pengembang membangun bukan pakai dana APBN, local content tinggi, disiapkan saja regulasinya sehingga dua-duannya bisa jalan,” imbuhnya.
Selain itu pemerintah juga harus menyiapkan landbank untuk dikembangkan rumah murah. Dengan regulasi yang mendukung dan partisipasi pengembang, kawasan hunian untuk masyarakat menengah bawah itu kelak akan mengkota dan nilai obyek pajaknya melambung. Lukman memberikan contoh kawasan Depok yang berkembang menjadi kota dengan harga tanah kian mahal. Padahal kawasan ini dulu dirancang untuk permukiman masyarakat menengah bawah dengan Perumnas sebagai motor pembangunannya.
“Pola pengembangan Depok ini bisa diterapkan oleh pemerintah di kawasan lain, misalnya di Maja. Tidak apa-apa jauh, yang penting disiapkan transportasinya, seperti jalur kereta api. Dulu Depok juga dianggapnya jauh tapi dengan infrastruktur semakin baik semuanya jadi mudah diakses,” tandasnya.