Housing-Estate.com, Jakarta – Masalah pertanahan menjadi masalah krusial mengingat suplainya semakin terbatas, sedangkan kebutuhannya bertambah. Karena itu seluruh kebijakan pertanahan dan tata ruang harus ditujukan untuk membangun keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan
“Keadilan dapat terwujud apabila pola tata ruang wilayah dapat terbangun dengan baik dan diimplimentasikan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat,” ujar Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), di Jakarta, Senin (25/5).
Tapi, menurut Ferry, kenyataannya tidak demikian. Pola tata ruang wilayah tidak dirancang dengan baik sehingga banyak menimbulkan permasalahan. Akibatnya di suatu kawasan tidak terbangun kohesivitas sosial. Yang muncul justru konflik sosial akibat tata guna lahan yang tidak baik.
Ia berpendapat untuk menghindari karut marut pertanahan pola penentuan tata ruang suatu wilayah seharusnya dilakukan secara top down dengan melibatkan dan masukan para ahli. Dengan pendekatan seperti ini desainnya tersentralisasi dan seluruh pihak tinggal mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Hasilnya kawasan akan tertata lebih baik dan terhindar dari berbagai konflik kepentingan pertanahan.
“Kita melihat banyak kawasan yang tidak cocok dijadikan daerah industri malah banyak berdiri pabrik-pabrik. Belum termasuk eksploitasi sumber daya alam yang tidak sistematis sehingga semakin merusak kawasan. Makanya (perencanaan tata ruangnya) harus top down, pemimpin daerah juga harus paham potensi wilayahnya sehingga tata ruangnya bisa diatur dengan lebih baik,” lanjutnya.
Untuk menyelesaikan konflik pertanahan yang banyak terjadi di masyarakat, Ferry menyarankan agar ditempuh mediasi. Ia menyebut tanah dan kemanusiaan merupakan hal yang sulit dipisahkan. Karena itu bila ada sengketa pertanahan jalan yang terbaik adalah musyawarah.