Housing-Estate.com, Jakarta – Para pengembang di Jakarta yang belum menyerahkan kewajibannya 20 persen area pengembangannya kepada Pemprov DKI akan terus ditagih. Sesuai SK Gubernur DKI Jakarta No. 540/1990 dan No. 640/1992, setiap pengembangan yang mengembangkan lahan minimal 5.000 meter persegi harus menyisihkan 20 persen lahan efektif untuk pembangunan rumah susun (Rusun).
“Pokoknya semua pengembang bakal ditagih, kalau banyak pembangunan dari pengembang itu bukan CSR tapi memang kewajiban mereka. Misalnya pembangunan jalan layang Semanggi, itu kewajiban karena mereka minta kenaikan koefisien lantai bangunan (KLB), ” ujar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balaikota Jakarta, Rabu (6/4).
Basuki menunjuk rumah susun sewa (Rusunawa) yang dibangun Agung Podomoro Land (APL) di Marunda dan Muara Baru, bukan bantuan dari perusahaan tersebut. Kedua rusunawa itu memang kewajiban APL. Program terakhir CSR dari APL adalah pembangunan taman di Balaikota Jakarta tahun 2013. Setelah itu tidak ada lagi. “Dia masih harus membangun kewajibannya di Daan Mogot (Jakarta Barat) paling tidak 10 tower lagi. Belum pembangunan jalan inspeksi, rumah pompa, dan lainnya, ini semua akan terus kita tagih,” tandasnya
Ia minta pengembang tidak bicara lagi soal CSR atau bantuan sosial di Jakarta. Mereka lebih baik menjalankan kewajiban yang belum dipenuhi. Untuk memastikan berapa kewajiban yang harus diserahkan oleh pengembang Basuki akan menggunakan appraisal untuk menghitung. Kewajiban yang diberikan dalam bentuk bangunan sudah jadi nilainya harus sama dengan nilai kewajibannya.