Housing-Estate.com, Jakarta – Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) yang baru disyahkan DPR pada Selasa (23/2) rawan untuk digugat melalui yudicial review. Pengesyahan undang-undang ini dinilai terburu-buru dan tidak melibatkan seluruh stake holder untuk memberi masukan.

Ilustrasi
“Kami dari DPD (Dewan Perwakilan Daerah) tidak diajak untuk membahas Tapera, kita khawatir substansi undang-undang ini menjadi lemah dan rawan untuk di-judicial review. Beberapa anggota DPD sudah berancang-ancang untuk uji materi UU ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), tapi sifatnya masih perorangan,” ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba, pada diskusi tentang UU Tapera di Jakarta, Rabu (24/2).
Tapera akan memungut iuran 3 persen dari gaji pekerja setiap bulan. Iuran tersebut 2,5 persen dibayar pekerja dan 0,5 persen kontribusi perusahaan. Dana Tapera akan dijadikan sumber dana murah pembiayaan perumahan yang bersifat gotong royong. Dana Tapera diprioritaskan untuk orang yang belum memiliki rumah, sedangkan orang yang sudah punya rumah dan tidak ingin membeli lagi dana simpanan di Tapera dapat dijadikan tabungan hari tua.
Purba menilai substansi Tapera kurang tepat karena menambah beban pada pekerja dan perusahaan. Seharusnya tanggungjawab pembangunan perumahan ada pada negara atau pemerintah dengan memberi dukungan berupa anggaran dengan jumlah memadahi. Tapera juga tumpang tindih dengan program yang ada di instansi lain seperti BPJS Kenagakerjaan. Karena itu perlu sinkronisasi dulu sebelum menetapkan undang-undang baru. “Semestinya UU Tapera memperkuat peran dan tanggung jawab negara, nyatanya sebaliknya,pemerintah kesannya lepas tangan pada persoalan perumahan masyarakat bawah,” katanya.
Penolakan sejak awal juga datang dari Kadin (Kamar Dagang dan Industri) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani langsung menegaskan akan membawa undang-undang ini ke MK untuk diuji materi karena tidak mengakomodasi banyak hal termasuk keberatan kalangan pengusaha terhadap pemberlakuan iuran dari pekerja dan perusahaan.
“Tapera ini hanya akan menjadi beban baru untuk dunia usaha kita dan akan membuat efisiensi dan daya saing kita semakin turun. Pekerja sudah memiliki program perumahan di BPJS Ketenagakerjaan, ini saja dimaksimalkan sehingga pemerintah berkonsentrasi pada pekerja yang gajinya di bawah UMR atau pekerja informal. Kalau seperti ini satu-satunya jalan harus kita gugat ke MK,” tandasnya.